Sebuah pulau dengan 'isi' yang cantik dan merupakan salah satu Negara Bagian Malaysia, tentu saja Penang. 5 jam perjalanan dengan bus dari Kuala Lumpur, sampailah saya di sana dengan trio traveler saya. Pertama datang, kami tiba di sebuah terminal bus yang masih sepi, sekitar pukul 3 pagi. Mata masih berat untuk terbuka, dan masih setengah sadar kami kebingungan di terminal bus, "Ini masih kudu nyebrang pakai feri nggak sih?" karena pikiran kami, ini adalah pulau yang terpisah darat. Bayangan kami, kami ada di tempat yang bernama Butterworth dan harus menuju pelabuhan untuk menyebrang.
Celingukan, akhirnya kami memutuskan untuk makan sahur dahulu dengan nasi briyani, hasil 'kebaikan' dan berkah di Masjid Jamek, ta'jil. Rasanya masih enak, padahal bumbunya lumayan menyengat. Namun ternyata belum basi.
Para sopir taksi menawarkan untuk mengantar kami. Mengantar ke mana? Sedangkan kami pun belum tahu kami berada di mana. Jelas kami menolak mereka. Berbekal GPS yang sering melenceng dan peta cetak seadanya, kami mengetahui bahwa kami berada di Terminal Bus Sungai Nibong, yang telah berada di dalam Pulau Penang itu sendiri! Oh ternyata tidak perlu menyeberang pakai feri karena kami telah melewati jembatan!
Kami naik ke gedung lantai atas. Memanfaatkan tempat yang masih sepi itu, kami mencari colokan listrik untuk charging gadget. Untungnya kami sudah membawa 'colokan T internasional', jadi masih bisa mengisi daya baterai kami di colokan ala Malaysia yang bolongannya tiga.
Shubuh tiba dan surau (musholla) di sana dibuka oleh seorang petugas. Kami pun masuk, dan di sanalah, kami mendapatkan saudara baru lagi. Zieha, gadis berjilbab lulusan Universiti Sains Malaysia asal Johor. Dengan bahasa yang bercampur (Indonesia yang mencoba berbicara Melayu), kami bertanya pada Zieha mengenai spot menarik di Penang.
Selepas shubuh kami mulai berangkat, naik bus rapid Penang menuju ke Terminal Bus Komtar di Georgetown, kota pusat di Penang. Kota yang menurut saya classy. Saya selalu suka melihat bentuk bangunan. Entah, padahal saya bukanlah fotografer atau bahkan arsitek. Saya mencoba menemukan dan memotret bangunan-bangunan yang unik dan vintage di sekeliling kota dengan berjalan kaki.
Masjid Kapitan Keling, sebuah masjid yang menjadi tempat rehat jiwa-raga kami di kala matahari tepat menyengat di atas kepala. Karena sudah 24 jam kami tak mandi, akhirnya kami menumpang mandi di sana sebelum sholat berjama'ah dzuhur.
Pukul 14.00 waktu setempat, kami bergegas ke Terminal Bus Komtar untuk membeli tiket pulang ke Kuala Lumpur dari sebuah agen. Sebelumnya kami sudah bertukar nomor HP dan memang janjian dengan Zieha untuk bertemu di Komtar pada pukul 15.00.
Zieha mengajak kami membeli jeruk atau yang berarti buah-buahan yang diolah menjadi manisan. Kemudian, kami berempat naik bus rapid ke Pantai Batu Feringghi untuk ngabuburit. Setelah sekitar satu jam perjalanan yang sukses membuat kami tertidur di bus (jalanan terlalu berkelok-kelok dan sopir yang 'dahsyat' membawa busnya), sampailah kami di pantai indah tersebut. Inilah tempat yang, menurut saya, menyadarkan kami bahwa Penang adalah memang ide destinasi yang menarik...
Pasir berwarna krem yang lembut di kaki, suasana pantai yang bersih, laut yang kebiruan, dan langit sore yang teduh... Mungkin ini adalah sebuah gambaran yang standar untuk sebuah pantai, tetapi ini kali pertama saya menikmatinya di luar negara yang saya tinggali. Suasana pantai yang tidak begitu ramai oleh turis, sepertinya menjadi nilai plus bagi saya. Duduk di tepi pantai, memandang laut, less taking photographs, diam, ini seperti sebuah meditasi. Tenang!
Saat maghrib hampir tiba, kami menuju ke sebuah area semacam outdoor foodcourt, Gurney Drive, kira-kira mungkin setengah perjalanan antara Komtar-Batu Feringghi. Tidak terlalu jauh. Ini sebuah kawasan yang asyik juga! Di sana, kami bisa duduk di tepi perairan yang merupakan sambungan laut di Batu Feringghi tadi. Sepertinya ini tempat nongkrong bagi anak gaul Penang.
Penang, memang benar kalau kata beberapa travel-blogger panutan saya, bahwa inilah surganya kuliner. Favorit saya? Tentu saja Rojak! Campuran dari berbagai macam makanan yang digoreng, tempura, lalu diberi semacam bumbu kacang agak pedas. Duh, susah didefinisikan karena begitu menikmati (dan kelaparan) saat itu. Ada juga Laksa, tapi saya tidak terlalu suka karena asam. Saya tak habis memakannya, hanya menyemili mi-nya saja.
Pukul 22.00. Kami kembali ke Komtar dan berpisah dengan Zieha. Dia akan kembali ke Johor, dan kami kembali ke Kuala Lumpur. Betapa ajaibnya manusia dalam memulai hubungan dengan sesamanya. Tiba-tiba saja kami sudah mendapat saudara-saudara baru di Malaysia. Hmm, bagaimana jika kelak saya berhasil keliling dunia dan kenalan serta berteman dengan paling tidak satu orang dari sebuah negara? Fenomena people-to-people buat saya selalu menarik.
Ah, Penang terasa manis di hati saya.
No comments:
Post a Comment