Tuesday, December 17, 2013

About GGP (Not-So-Cool-Post)

Haaaah.
*deep sigh*

Sebenernya pengin punya blog yang isinya nggak melulu cerita tentang kehidupan pribadi.. Tapi berhubung mem-posting keluhan-keluhan di jejaring sosial itu terlalu mainstream, ya sudahlah ujung-ujungnya ya di sini juga mau curhat yang panjang.

Ceritanya belakangan ini lagi galau banget. Iya, sejak Oktober sih lebih tepatnya. Udah 2 bulan, memang, dan kupikir pun lama-lama bakalan ilang rasa galaunya. Ternyata makin muncak. Haaaah.

September-Oktober lalu, aku yang belum 100% dinyatakan lulus sebagai sarjana ini mencoba peruntungan melamar kerja di Great Giant Pineapple (GGP) sebagai management trainee (MT). Oktober awal bahkan sudah sampai Lampung (lokasi GGP) untuk user interview dan sekalian cek kesehatan. Singkatnya, aku diterima sebagai MT di bagian internal audit. Udah seneng banget rasanya, bayangin kalau posisi MT internal audit ini bakalan bawa aku ke mana-mana, alias kerjaannya emang mobile.

Menjelang Oktober akhir, aku dihubungi GGP untuk sign kontrak yang dilaksanakan di Yogyakarta. Saat itulah perasaan galau dimulai..

Aku sudah mantap bener ambil posisi ini. Namun ada beberapa alasan juga yang membuatku nggak bisa tanda tangan kontrak. Dan memang akhirnya surat kontrak yang ditujukan untukku, dengan namaku tertulis di sana, aku kembalikan ke HRD-nya. Kak Denise, Pak Edy, Bu Ellen... Maafkan saya :'(

Banyak pertimbangan, begitu berat memang, tetapi memang itulah keputusan akhirku. Kini rasanya antara masih nyesel (nggak ambil posisi itu), tetapi juga lega (memutuskan itu).

Ibaratnya, aku dan GGP itu kayak pasangan cewek-cowok lagi sama-sama pedekate, ternyata sama-sama suka, tetapi sayangnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang belum dimulai.. Alias tidak jadian. Nyesek. Belum jodoh. Walaupun sama-sama suka, tapi tidak jadi bersama.

Aku kangen suasana di GGP, kangen Bandar Jaya-Lampung dengan kesemrawutan lalu lintasnya, yah walaupun ke sana hanya beberapa hari untuk rekrutmen pada saat itu.
Aku kangen teman-teman seperjuangan rekrutmen GGP, yang walaupun baru kenal saat itu, tapi sudah terasa akrab. Sangat berkesan.
Aku kangen................ :(

"Kita sadar ingin bersama, tapi tak bisa apa-apa.."
(Sepatu by Tulus)


Monday, November 18, 2013

My Bucket List

Tahun 2013 sudah hampir habis. Kalau direnungkan, rasanya saya masih punya banyak keinginan atau cita-cita di bucket list yang belum terwujud. Karena belum pernah saya tulis di blog, sekarang mau saya bikin daftarnya lagi ah..

  1. Naik ferris wheel alias bianglala di saat senja hari. Kalau bisa bianglalanya tinggi, jadi bisa benar-benar lihat langit senja favorit saya dan tentunya matahari terbenam yang cantik. Target: Singapore Flyer, London Eye, atau yang di Dufan ya enggak apa-apa deh, hihi.
  2. Belajar berenang, juga menyelam. Ini nih yang selama ini jadi penyebab utama keragu-raguan kalau ada yang ngajak main ke tempat wisata yang butuh punya keahlian bisa berenang. Saya ingin berenang bersama lumba-lumba di Kiluan, Lampung. Atau ke daerah Indonesia Timur yang kata orang merupakan surganya dunia bawah laut. Kata teman, di Karimun Jawa bisa kok pakai pelampung dan kacamata renang, nanti tinggal mengapung sambil lihat bawah/dalam air. Ah tapi... Maunya bisa berenang!
  3. Punya lahan atau tanah yang luas, untuk memelihara binatang-binatang yang telantar dari jalanan. Lalu penginnya bisa menggaji orang untuk memelihara mereka dan merawat tempat di sana. 
  4. Punya perpustakaan pribadi. Saya senang membaca, tetapi sayangnya suka teledor kalau menyimpan buku. Bisa berserakan di mana-mana, hihi. Kalau punya ruangan sendiri khusus buat rak dan buku, pasti asyik.
  5. Punya grand piano. Sejak kecil selalu membayangkan di sudut rumah saya (yang tidak luas ini) ada grand piano, piano yang ukurannya besar dan menurut saya terlihat 'gagah'.
  6. Melihat aurora. Aurora adalah fenomena alam yang membuat langit seperti dikasih lampu sorot warna-warni, hihi. Saya suka sekali melihat langit, apalagi kalau langitnya cantik begitu warnanya. Target tempat: Finlandia, Norwegia, Alaska, atau mana saja deh yang memungkinkan :D
  7. Mendengar orang tua saya bilang kalau mereka bangga pada saya. Sederhana, tapi saya selama ini belum pernah mendengar itu. Entah karena di keluarga saya bilang hal seperti itu dianggap tak perlu, atau karena memang saya belum membanggakan mereka.
Hmm, mungkin sementara ini bucket list-nya 7 poin dulu, kapan-kapan bisalah ditambah. Biasanya saya tulis di kertas besar dan ditempel di kamar, tapi sepertinya sudah perlu di-update. Ada yang sudah tercapai, ada yang belum juga.

Saya percaya, menulis keinginan bisa menjadi salah satu penghantar terwujudnya mimpi-mimpi itu; hal yang mungkin dianggap nonsense bagi para penganut paham realistis. Hehehe.

Bucket list: a list things to do before I 'kick the bucket' (die).

Thursday, September 26, 2013

Tes Pauli

Dalam beberapa bulan ini setidaknya saya 'baru' dua kali mengikuti tes Pauli, yaitu mengikuti rekrutmen kerja di sebuah perusahaan kosmetik. Belum punya ijasah, sih. Anggap aja buat pengalaman dan iseng-iseng berhadiah.

Kali pertama ikut tes ini, reaksi tubuh saya tidak terduga: kepala pening, pundak dan tangan pegel, leher tegang (bahkan sampai semingguan nggak bisa nengok). Mungkin saat itu dapat tempat tes yang meja-kursinya nggak ergonomis, yah.

Saya bukan ahli psikologi yang bisa menjelaskan tes ini secara rinci. Tapi secara gampangnya, Tes Pauli atau tes koran (karena lembarnya gede kayak koran) adalah sebuah tes penjumlahan bilangan angka 0-9, menghitungnya dari atas ke bawah. Terdengar gampang, ya, tapi angka yang harus dijumlahkan itu banyak banget!

Berdasarkan analisis ke-sotoy-an saya sih, tes ini berguna buat melihat daya tahan seseorang saat bekerja. Selain itu juga untuk mengetahui apakah calon karyawan tersebut punya daya kompetisi yang bagus atau nggak. Soalnya tiap nggak sengaja melihat orang yang ikut tes di meja sebelah, rasanya jadi pengin bisa lebih dari dia. Iya, saya suka easily distracted, makanya sempet ngelirik kanan-kiri :P

Nih, buat yang mau latihan menghitung, bisa di link ini: Pauli Test Boongan, Lumayan Buat Pemanasan Otak.

Atau bikin sendiri lalu di-print dari sini: DIY Pauli Test.

Thursday, August 1, 2013

Penang

Sebuah pulau dengan 'isi' yang cantik dan merupakan salah satu Negara Bagian Malaysia, tentu saja Penang. 5 jam perjalanan dengan bus dari Kuala Lumpur, sampailah saya di sana dengan trio traveler saya. Pertama datang, kami tiba di sebuah terminal bus yang masih sepi, sekitar pukul 3 pagi. Mata masih berat untuk terbuka, dan masih setengah sadar kami kebingungan di terminal bus, "Ini masih kudu nyebrang pakai feri nggak sih?" karena pikiran kami, ini adalah pulau yang terpisah darat. Bayangan kami, kami ada di tempat yang bernama Butterworth dan harus menuju pelabuhan untuk menyebrang.

Celingukan, akhirnya kami memutuskan untuk makan sahur dahulu dengan nasi briyani, hasil 'kebaikan' dan berkah di Masjid Jamek, ta'jil. Rasanya masih enak, padahal bumbunya lumayan menyengat. Namun ternyata belum basi.

Para sopir taksi menawarkan untuk mengantar kami. Mengantar ke mana? Sedangkan kami pun belum tahu kami berada di mana. Jelas kami menolak mereka. Berbekal GPS yang sering melenceng dan peta cetak seadanya, kami mengetahui bahwa kami berada di Terminal Bus Sungai Nibong, yang telah berada di dalam Pulau Penang itu sendiri! Oh ternyata tidak perlu menyeberang pakai feri karena kami telah melewati jembatan!

Kami naik ke gedung lantai atas. Memanfaatkan tempat yang masih sepi itu, kami mencari colokan listrik untuk charging gadget. Untungnya kami sudah membawa 'colokan T internasional', jadi masih bisa mengisi daya baterai kami di colokan ala Malaysia yang bolongannya tiga.

Shubuh tiba dan surau (musholla) di sana dibuka oleh seorang petugas. Kami pun masuk, dan di sanalah, kami mendapatkan saudara baru lagi. Zieha, gadis berjilbab lulusan Universiti Sains Malaysia asal Johor. Dengan bahasa yang bercampur (Indonesia yang mencoba berbicara Melayu), kami bertanya pada Zieha mengenai spot menarik di Penang.

Selepas shubuh kami mulai berangkat, naik bus rapid Penang menuju ke Terminal Bus Komtar di Georgetown, kota pusat di Penang. Kota yang menurut saya classy. Saya selalu suka melihat bentuk bangunan. Entah, padahal saya bukanlah fotografer atau bahkan arsitek. Saya mencoba menemukan dan memotret bangunan-bangunan yang unik dan vintage di sekeliling kota dengan berjalan kaki.

Masjid Kapitan Keling, sebuah masjid yang menjadi tempat rehat jiwa-raga kami di kala matahari tepat menyengat di atas kepala. Karena sudah 24 jam kami tak mandi, akhirnya kami menumpang mandi di sana sebelum sholat berjama'ah dzuhur.

Pukul 14.00 waktu setempat, kami bergegas ke Terminal Bus Komtar untuk membeli tiket pulang ke Kuala Lumpur dari sebuah agen. Sebelumnya kami sudah bertukar nomor HP dan memang janjian dengan Zieha untuk bertemu di Komtar pada pukul 15.00.

Zieha mengajak kami membeli jeruk atau yang berarti buah-buahan yang diolah menjadi manisan. Kemudian, kami berempat naik bus rapid ke Pantai Batu Feringghi untuk ngabuburit. Setelah sekitar satu jam perjalanan yang sukses membuat kami tertidur di bus (jalanan terlalu berkelok-kelok dan sopir yang 'dahsyat' membawa busnya), sampailah kami di pantai indah tersebut. Inilah tempat yang, menurut saya, menyadarkan kami bahwa Penang adalah memang ide destinasi yang menarik...

Pasir berwarna krem yang lembut di kaki, suasana pantai yang bersih, laut yang kebiruan, dan langit sore yang teduh... Mungkin ini adalah sebuah gambaran yang standar untuk sebuah pantai, tetapi ini kali pertama saya menikmatinya di luar negara yang saya tinggali. Suasana pantai yang tidak begitu ramai oleh turis, sepertinya menjadi nilai plus bagi saya. Duduk di tepi pantai, memandang laut, less taking photographs, diam, ini seperti sebuah meditasi. Tenang!

Saat maghrib hampir tiba, kami menuju ke sebuah area semacam outdoor foodcourt, Gurney Drive, kira-kira mungkin setengah perjalanan antara Komtar-Batu Feringghi. Tidak terlalu jauh. Ini sebuah kawasan yang asyik juga! Di sana, kami bisa duduk di tepi perairan yang merupakan sambungan laut di Batu Feringghi tadi. Sepertinya ini tempat nongkrong bagi anak gaul Penang.

Penang, memang benar kalau kata beberapa travel-blogger panutan saya, bahwa inilah surganya kuliner. Favorit saya? Tentu saja Rojak! Campuran dari berbagai macam makanan yang digoreng, tempura, lalu diberi semacam bumbu kacang agak pedas. Duh, susah didefinisikan karena begitu menikmati (dan kelaparan) saat itu. Ada juga Laksa, tapi saya tidak terlalu suka karena asam. Saya tak habis memakannya, hanya menyemili mi-nya saja.

Pukul 22.00. Kami kembali ke Komtar dan berpisah dengan Zieha. Dia akan kembali ke Johor, dan kami kembali ke Kuala Lumpur. Betapa ajaibnya manusia dalam memulai hubungan dengan sesamanya. Tiba-tiba saja kami sudah mendapat saudara-saudara baru di Malaysia. Hmm, bagaimana jika kelak saya berhasil keliling dunia dan kenalan serta berteman dengan paling tidak satu orang dari sebuah negara? Fenomena people-to-people buat saya selalu menarik.

Ah, Penang terasa manis di hati saya.

Monday, July 29, 2013

Kuala Lumpur

Saya menyesalkan bahwa kesan pertama yang saya dapatkan adalah buruk. Petugas imigrasi di Bandara LCCT (Low Cost-Carrier Terminal) terasa less friendly terhadap kami, orang Indonesia. Tidak dapat disalahkan juga, mungkin hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang terkadang memanas, menjadi salah satu hal penyebabnya. Atau, dengar-dengar, ini karena para TKI dari Indonesia yang di Malaysia sering menyalahi aturan. Misalnya, bekerja di Malaysia tapi tidak punya izin kerja. Dan mungkin, dengan penampilan saya yang awut-awutan saat itu, saya dikira TKW yang mau berulah di Malaysia. How sad.

Tips pertama: Jangan berpenampilan (maaf) kampungan seperti gembel kalau lagi di Malaysia, khususnya saat pertama datang di bandara.

Menginap di sebuah hostel bersama dua kawan saya -yang kemudian kami menyebut diri kami sebagai Trio Ransel, hehehe- di kawasan China Town, tepatnya Jalan Sultan, cukup menguntungkan kami karena hostel tersebut berada di kawasan turis yang ramai. Kami menginap di Backpackers Travelers Inn http://www.backpackerskl.com/ dengan hanya membayar 12 MYR saja, atau kurang dari Rp 40.000,00. Sebelumnya, kami telah mem-booking dengan hanya mengirim e-mail saja (tanpa uang DP) untuk kamar dorm. Karena kami bertiga cewek semua, saat itu resepsionisnya langsung bilang, "So I'll give you private dorm lah,"

Alhamdulillaah, akhirnya kami menempati kamar dorm (ada 4 kasur) untuk bertiga saja, tak perlu berbagi room dengan travelers cowok.

Daerah penginapan kami, China Town, merupakan daerah pecinan di Kuala Lumpur. Yah, walaupun kami kurang bisa menikmati makanan di sekitar sana, karena kebanyakan non-halal. Namun, di daerah Pudu Raya (tidak jauh dari China Town), ada restauran halal favorit kami: Shukran, di mana para pelayan restaurannya adalah para orang India yang baik-baik. 'Baik-baik' di sini, akan ada saya ceritakan ya.

Jadi, di Malaysia, penduduknya kebanyakan adalah keturunan India, Cina, dan Melayu. Masing-masing, menurut saya dan dua kawan saya, ada cerita tersendiri. Orang India di Malaysia tipikalnya adalah.. Err.. Bagaimana ya, entah, kami sering merasa tidak nyaman dengan mereka. Hal ini karena kami bertiga yang cewek-cewek semua ini, sering sekali 'dilihatin'. Dari atas sampai bawah. Sungguh, kami tak nyaman. Sedangkan orang Cina dan Melayu lebih cuek. Namun, biasanya, kalau kami menjumpai pasangan yang PDA (public display of affection alias bermesraan di depan umum), biasanya sih pasangan orang Cina, hihihi.

Selebihnya, para penduduk Malaysia ini sebenarnya ramah. Saya tidak merasakan adanya 'permusuhan' di sini. Ya kecuali di bandara itu.

Tips kedua: Bagi yang suka observing people seperti saya, coba perhatikan orang-orang di Malaysia. Entah ya, menurut saya ini menarik.

Dapat merasakan berpuasa Ramadhan di negeri orang, yaitu Malaysia, membuat saya sangat bersyukur. Di negara yang banyak muslimnya ini, tentu tidak sulit menemukan masjid dan makanan halal. Suatu hari yang benar-benar membuat saya berkesan, adalah pengalaman ta'jilan di Masjid Jamek.

Masjid Jamek, terletak tak jauh dari kompleks 'jajahan' kami selama di sana: China Town, Pudu Raya, Dataran Merdeka. Pokoknya, Masjid Jamek ini dekat dengan gedung HSBC. Kami tiba di sana di hari pertama, tepat saat maghrib. Tadinya kami ragu-ragu, sudah adzan, baru datang, kok pengin dapat makan ta'jil. Apalagi saat itu, para jama'ah wanita sudah mulai makan nasi ta'jilnya, dan yang pria masih antri mendapat ta'jil. Tak disangka, seorang petugas masjid yang membagikan bungkusan makanan, langsung memanggil kami dan.. KAMI LANGSUNG DIKASIH TIGA BUNGKUS NASI TA'JIL! Subhanallaah. Terharu sekali. Ternyata wanita didahulukan. Dan senangnya, kami berkenalan dengan orang Indonesia yang sudah tinggal lama di sana, namanya Bu Yel dan Bu Wis. Ah, saudara baru!

Seperti para wisatawan lainnya, saya mengunjungi spot-spot menarik di Kuala Lumpur, seperti Petronas, Bukit Bintang (yang penuh dengan mal), Genting Highlands (walaupun hanya karena ingin menikmati cable car saja, hihi), dan lain-lain. Saya rasa sudah banyak para travel-bloggers yang mengulasnya, jadi tidak akan saya bahas.

Kuala Lumpur, kota yang teratur, dengan masyarakat yang majemuk.



Friday, July 26, 2013

Pack and Go!

Backpacking. Something that I have never thought to do years ago. But a travelogue by Windy Ariestanty, Life Traveler, changed me, as it became my inspiration and opened my mind that you can travel around the world on budget. And later, people call it as backpacking.

Going without paying any luggage, somehow, you only need to master how to pack your belongings on your backpack. Quite challenging, though, since you sometimes just want to bring this and that, ALL you think you need.

Hunting airline promo fares will be your new hobby. Backpackers often start their new steps from it. And for me, yes, I got my first experience to go to another country from promos.

Thailand, Singapore, and Malaysia. Not many nor far, but experiencing as a traveler in those countries has opened my mind enough: That many people, outside your country, are living.. With their own way. You can 'take off' your selfishness, for a moment. You can see how 'the other world' is spinning. You can be more grateful, you can even love your origin country more and more.

Thailand, Singapore, Malaysia.
And I promise myself to travel more and farther.

Sunday, June 30, 2013

A Spontaneous Decision, You Name it

Woohoo.. Have been absent for a while posting some craps here, keep saving some drafts but haven't finished those writings yet.. But today I MUST, just to share or maybe remind my self about one of the important moments in my life. Here we go..

Two nights before, Dingox said to me about getting married next year. He proposed me? Not sure, but he was said it clearly, that he would talk to his parents about it. About marrying me :)

I was surprised, shocked, happy, but however felt a li'l bit nervous, too! How could I not, I was the one who always wanted to hear him saying about "the fixed time" for us to get married. And he usually replied, "We're talking about it later, okay? It's a long way to go, girl,"
Enough said.

The most surprising part of this story was yesterday, when he talked it with his parents. What about getting married in the second half of 2014. And guess what they said?
"Why not in the first half of 2014? The sooner the better."
O, ow. But we both still, yeah, like "Are we really ready for this?"

So, the plan is, I'll graduate in November this year (aamiin), then he'll come to my graduation from Samarinda, and bring his family to my house for "nembung". Kind of proposing, I think, in English :p

O, God, please give us the way, let it be the best decision that leads us to the best things in life. Aamiin.